Kisah Istri Lonte Dan Kontol BBC Pria Nigeria.Namaku Marini, berumur 33 tahun yang berprofesi seorang
perawat rumah sakit swasta terkenal di Jakarta, dan aku
kebetulan seorang wanita keturunan Chinese, sudah
berkeluarga dengan suami seorang keturunan juga. Dia
bekerja di sebuah perusahaan pelayaran kecil milik
keluarga. Aku tidak cantik menurutku, tapi aku
dikaruniai kulit putih, bersih dan halus, walaupun aku
hanya merawat seadanya, sedangkan tubuhku masih terawat,
karena aku memang senang berolah raga sedari kecil.
Kehidupanku biasa biasa saja seperti layaknya keluarga
menengah yang hidup di kota besar ini. Kami tinggal di
daerah Jakarta Utara mempunyai seorang anak masih SD
klas 1 saat itu.

Pengalaman sex saya biasa saja. Sebelum menikah dengan
suamiku Satya, aku pernah melakukan hubungan sex dengan
pacar pertamaku yang juga seorang keturunan. Karena aku
seorang perawat RS, maka aku mempunyai pengalaman
melihat dan memegang berbagai macam kemaluan lelaki,
sebab saat aku memandikan pasien, maka mau tak mau dan
suka tak suka aku membersihkannya. Dan kuakui sebenarnya
aku mempunyai libido yang di atas rata rata, sebab kalau
aku memandikan pasien, sering aku jadi terangsang
sendiri.

Setelah menikah aku hanya berhubungan dengan Satya,
namun kuakui, aku pernah melakukan beberapa kali
bercumbu sampai dengan oral sex dengan 2 orang dokter
yang baik dan kami saling bersimpati. Ada keinginan
untuk sampai dengan hubungan sex sesungguhnya tapi
sungguh aku dan kedua dokter itu hanya sampai dengan
oral saja. Dengan oral kami sama-sama mencapai orgasme
walaupun bukan orgasme genital, tapi cukup memberikan
kepuasan bagi kami masing masing.

Keadaan berubah, saat aku bertugas di VIP dan
mendapatkan seorang pasien yang sangat simpatik,
walaupun sebenarnya awalnya aku kurang suka karena dia
adalah seorang pria hitam asal Nigeria yang mondar
mandir antara Jakarta dan Lagos. Orangnya pendiam tidak
banyak bicara, mungkin karena banyak menahan sakitnya.
Tubuhnya timggi besar, kulitnya hitam, tapi kelihatan
terawat tubuhnya. Dia dirawat disebabkan terserang sakit
radang usus yang cukup akut, sehingga selama lebih dari
2 minggu tidak diperkenankan dokter untuk turun dari bed
dan dua minggu berikutnya setelah dioperasi baru
dinyatakan sembuh total.

Selama 5 minggu lebih, hampir sepenuhnya aku yang
merawat. Aku ditunjuk oleh dokter kepala untuk
merawatnya karena dari semua perawat senior hanya aku
yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Aku
dibebaskan dari tugas-tugas lain dan berkonsentrasi
sepenuhnya pada pasien VIP ini.

Pada awalnya tidak ada yang aneh, hubungan kami hanya
sebatas antara perawat dan pasien. Pasien yang bernama
Siof ini hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris
dengan dialek Afrika. Pada awalnya agak sulit juga aku
menangkap maksudnya.

Singkat cerita aku merawatnya dengan tulus sebagai
perawat. Selama minggu pertama tugasku tidak begitu
banyak, hanya mencek selang infus, mengamati suhu
tubuhnya, denyut dan tekanan jantungnya serta menyibin
dengan pispot untuk buang air. Pada minggu kedua selang
mulai dilepas, tugasku bertambah menyuapinya bubur
sumsum cair dan membersihkan tubuhnya dengan
memandikannya. Dia mulai agak banyak berbicara,
bercerita tentang negerinya, bisnisnya dan keluarganya.
Ternyata dia mempunyai seorang anak dan seorang istri.
Dia pun menanyakan tentang aku. Tingkah lakunya benar
benar kalem dan sopan, tidak seperti yang aku bayangkan
sebelumnya bahwa orang Negro bertemperamen keras atau
urakan.

Kejadian diawali ketika aku jaga malam saat Siof sudah
dalam masa penyembuhan setelah operasi pemotongan usus.
Aku diminta datang lebih awal seperti biasa untuk
memandikan si Negro itu. Tidak seperti biasanya, kali
ini penisnya sedikit ereksi saat aku bersihkan.
Sebenarnya sudah terlalu sering aku melihat berbagai
penis, tapi yang hitam legam baru kali ini. Apalagi
ukurannya, saat tidak ereksi saja besarnya sudah
melebihi punya Satya, malah sedikit lebih panjang. Saat
aku perhatikan wajah Siof, dia tenang saja, tapi matanya
terpejam seperti menikmati saat penisnya aku bersihkan.

“Thank’s a lot Rin” katanya berterima kasih setelah
selesai.

Dan aku cuma tersenyum, senang karena pekerjaanku
dihargai. Malamnya setelah tugasku menyuapinya makan
malam dan tugas lain selesai, seperti biasa aku
menemaninya kalau sedang tidak ingin menonton TV. Saat
aku masuk ke kamarnya, Siof sedang membaca pocket book.
Buku itu langsung diletakkan sambil tersenyum, dan
seperti biasa aku duduk di sofa, tapi kali itu Siof
meminta aku duduk di kursi sebelahnya. Aku pindah dan
kutanyakan keadaannya seperti biasa. (Percakapan kami
untuk seterusnya langsung aku terjemahkan dalam bahasa
Indonesia).

“Saya merasa segar, tapi kadang-kadang masih sakit”.
ujarnya sambil berusaha mendekatkan tubuhnya ke arahku,
tapi aku larang untuk bergerak.

Akhirnya kami mengobrol kesana kemari dan dia bertanya,
mengapa aku baik sekali terhadapnya, sebab kalau di
negaranya perawat tidak sebaik aku, menurutnya. Tentu
saja itu adalah tugasku sebagai perawat, karena dengan
merawatnya sebaik mungkin, pasien akan lebih tenang dan
diharapkan akan cepat pulih.

“Terima kasih, kamu telah membuat aku cepat sembuh”
katanya tanpa ekspresi.
“Bukan aku, tapi obat dan semangatmu yang membuat kamu
cepat baik” sahutku.
“Setelah aku sembuh nanti, bisa kita berteman?”.
“Apa mau kamu, orang kaya berteman dengan seorang
perawat?”. Kulihat dia terkejut dengan ucapanku yang
sekenanya.
“Berteman tidak ada kata kaya atau miskin, atau dibatasi
dengan suku atau bangsa” katanya lirih, sambil meraih
tanganku. Kubiarkan tanganku dielus tangan besar dan
hitam itu. Kontras sekali kulihat dengan tanganku yang
termasuk putih.
“Boleh aku cium tangan yang telah merawatku selama
ini?”. Siof melirikku meminta persetujuan. Kubalas
senyumannya dan mengangguk. Siof tersenyum dan mencium
tanganku sambil memejamkan matanya.

Seterusnya kami teruskan mengobrol dan tanganku terus
dibelainya. Jam 10.00 malam, kuanjurkan Siof tidur, dan
dia mengerti. Tapi aku terkejut saat aku berdiri,
ditariknya tanganku dan menarik wajahku. Aku terkejut
dan jantungku serasa copot, tapi ternyata Siof tidak
mengarah mencium bibirku, Siof mencium keningku sambil
mengatakan terima kasih dan selamat malam. Kuucapkan
selamat malam juga dan kubalas kutepuk-tepuk pipinya.

Dua hari setelah itu, ketika aku memandikan Siof
pagi-pagi, saat aku masuk kamarnya ternyata Siof masih
teridur. Sambil mempersiapkan peralatan mandinya, dia
terbangun sambil mengucapkan selamat pagi. Dia bertanya,
mengapa tadi malam tidak datang? Aku minta maaf, karena
harus membuat laporan para pasien.

Seperti biasa kami mengobrol sambil aku memandikan
raksasa ini. Tapi aku kembali terkejut, ternyata kali
ini penisnya dapat eraksi penuh. Aku tercengang dengan
ukurannya, dan saat aku bersihkan lipatan di ‘kepala’
(Siof tak disunat), terasa semakin keras, rupanya Siof
menikmatinya. Kuperhatikan nafasnya semakin memburu
karena terangsang, dan lirih kudengar tarikan panjang
nafasnya sambil mendesah.

Setelah selesai dan aku akan keluar ruangan, diraih dan
diciumnya tanganku serta sekali lagi aku ditarik dan
kali ini selain keningku, pipiku juga diciumnya. Aku
tersenyum dan kubalas ciuman di pipinya.

Setelah kejadian itu kami semakin dekat rasanya. Hari
berikutnya sama seperti sebelumnya, tapi pada hari
ketiga setelah kejadian itu, aku sengaja membawa
penggaris, aku ingin mengukur panjangnya, penasaran
rasanya. Penggaris aku siapkan dan aku masukkan pada
buku status pasien.

Seperti biasa, pagi pagi jam 5.00 aku siap memandikan
Siof. Dan kali ini dia sudah bangun dan sudah semakin
sehat. Kembali saat aku bersihkan di balik kulit kepala
penis yang tidak disunat itu, terasa semakin keras,
sengaja aku kocok perlahan supaya lebih maksimal. Dan
saat saat dia memejamkan matanya, diam-diam aku ambil
penggaris yang sudah aku siapkan. Tapi rupanya Siof
memperhatikan tingkahku, dia tersenyum lebar hingga aku
sedikit malu dibuatnya.

“Berapa senti Rin..?” katanya masih tersenyum.
“23 senti” jawabku malu, aku benar benar malu.

Sambil meletakkan penggaris, tangan kananku tanpa sadar
terus mengocok pelan-pelan, dan diremasnya lenganku
sambil berdesis-desis menikmatinya. Ada rasa kasihan
juga, setelah kurangsang ternyata dia terangsang berat.
Maka tanpa pikir panjang, aku teruskan membelai dan
mengocok dengan busa sabun yang semakin banyak. Dan
hanya dalam beberapa detik, lenganku dicengkeram kuat
dan menyemburlah sperma Siof sambil berdesis tertahan
panjang menahan kenikmatan.

Banyak dan sangat kental sperma yang keluar. Melihat
pemandangan itu aku jadi horny juga rasanya, dan aku
merasakan celanaku basah. Cepat-cepat aku bersihkan
semua, karena aku takut ada orang masuk ke kamar ini.
Sebelum aku keluar, Siof sempat mengucapkan terima
kasih.

“Terima kasih Rin, kamu baik sekali” ujarnya sambil
membelai-belai tanganku. Aku balas dengan anggukan dan
senyuman. Diraihnya wajahku dan diciumnya pipiku dan
kali ini bibirku dikecupnya, walaupun hanya ujung
bibirku dan hanya sesaat.

Sempat dua kali lagi aku mengeluarkan spermanya sebelum
akhirnya dia sudah dapat mandi sendiri. Namun kejadian
berikutnya adalah dua hari sebelum Siof keluar rumah
sakit.

Pada malam itu seperti biasa dan saat itu tidak banyak
laporan yang kubuat saat aku jaga malam dan aku
menemaninya sebelum tidur. Saat aku masuk kamarnya dia
membaca buku di sofa panjang. Kami mengobrol banyak,
tentang waktu dia kuliah di Inggris, tentang anaknya dan
akhirnya obrolan sampai di momen saat aku mengeluarkan
spermanya. Aku katakan bahwa aku kasihan dengannya saat
terangsang berat saat itu dan sekali lagi dia
mengucapkan terima kasih.

Setelah waktunya tidur, aku bimbing dia untuk ke tempat
tidur. Namun dia tidak langsung ke tempat tidur, tapi
malah hanya pindah duduk di sofa tunggal. Aku berdiri
dihadapannya. Siof menengadah memandangku sayu. Dengan
nada bergetar, dia memintaku untuk mencium, sambil
menunjuk kemaluanku. Aku bingung untuk menolaknya, takut
tersinggung, kalap dan marah. Belum aku menjawabnya,
tangannya sudah menyusup ke dalam bajuku mengusap paha
luarku. Dan makin ke atas akhirnya menurunkan CD-ku.
Tersentak aku, tapi aku tanpa berpikir panjang malah
membuka kancing baju seragamku bagian bawah, aku pikir
dia hanya akan mencium sesaat saja.

Terlepaslah CD-ku dan disibakkannya bajuku. Aku terdiam
mematung. Tapi aku pasrah saja dan saat bibir kemaluanku
tersentuh, semakin bergetar tubuhku. Akhirnya aku malah
merapatkan kemaluanku ke bibir Siof dan kuangkat satu
kakiku di sandaran tangan sofa. Dan tanpa sadar aku
mulai menggoyangkan pinggulku, supaya Siof lebih leluasa
menciumi kemaluanku dan akhirnya aku pun malah dapat
menikmati.

Semakin kuat kurasakan lidahnya menari dan menjelajahi
seluruh lekuk kemaluanku. Aku merasakan cairan epirtelku
semakin deras seiring dengan rangsangan yang semakin
kuat, semakin nikmat lidah yang sesekali menyelinap ke
dalam. Kuelus elus kepala Siof dan akhirnya tubuhku
mengejang dan kurapatkan kepala Siof. Dan rupanya Siof
tanggap bahwa aku akan mencapai puncak. Orgasm. Maka
dihisapnya klit-ku kuat-kuat serta ujung lidahnya cepat
sekali menggelitik klit-ku. Nikmat sekali rasanya.

“Uuhh.” lenguhanku tertahan. Kurapatkan kakiku dengan
tubuh mengejang.

Setelah Siof selesai mencumbu kemaluanku, aku lemas dan
kurebahkan tubuhku sesaat di bed pasien. Aku minta
supaya penisnya jangan dimasukkan, Siof memaklumi dan
seluruh sisa cairan yang masih ada di sekitar kemaluanku
dibersihkan dengan lidahnya. Oh enak sekali. Namun aku
buru buru mengancingkan baju dan CD-ku kukantongi lalu
aku segera meninggalkan ruangan inap Siof dengan
lari-lari kecil.

Esoknya aku sulit melupakan peristiwa tersebut, tapi
nikmat juga untuk dikenang. Paginya seperti biasa aku
kontrol. Dan dia sudah kelihatan segar, walaupun
tubuhnya masih agak lemah. Terus terang aku ada
keinginan dalam hatiku untuk menikmati barang besar dan
panjang tersebut. Tapi tidak tahu bagaimana mesti
memulainya, malu juga untuk memulai.

Pada hari berikutnya sebelum aku pulang dari tugas, aku
dipanggil dokter kepala perawatan VIP. Jantungku
berdebar kuat, dan aku pucat, takut dan malu bercampur
aduk. Apakah ketahuan perbuatanku tadi malam?
Benar-benar bingung aku saat itu, dan sambil berjalan
gontai aku menuju ruangan dokter kepala. Sebelum masuk
aku berusaha tenang, dan akhirnya aku ketuk pintu dan
aku masuk.

“Se.. laammat Pagi Dok” sapaku bergetar.
“Oh kamu Rin, selamat pagi, duduklah, kamu sakit?”
“Tidak Dok, mung.. kin kurang tidur saja.”
“OK begini Rin.. (jantungku makin berdebar serasa akan
copot), Mr. Siof besok sudah bisa keluar, tapi rasanya
perlu pengawasan sekitar 5 hari lagi sampai seminggu
atas permintaanya” kata dokter kepala. Plong rasanya.
Aku tahu maksudnya.
“Terus maksud Dokter bagaimana?” tanyaku.
“Kami sudah putuskan selama masih dalam pengawasan, Mr
Siof minta untuk didampingi seorang perawat. Sebab saat
ini adiknya tidak selalu berada di apartemennya”.
“Nah, kalau kamu tidak keberatan, kamu yang aku tunjuk
untuk mendampinginya selama masih dalam pengawasan”
sambungnya.
“Dok, kalau boleh usul, mengapa tidak dirawat di sini
saja?” usulku.
“Memang itu baik, tapi Mr. Siof bilang sudah bosan di
ruang rawat dan ruang itu akan segera diisi pasien lain
yang sudah menunggu. Bagaimana. Apa kamu sanggup?”.
“OK dok, saya sanggup saja, tapi surat perintah untuk
saya kapan?”
“Nanti siang juga sudah selesai, saya taruh di ruang
ini. Untuk ijin suami ya. Beres deh, jangan kuatir,
nanti aku call suamimu..” kata dokter sambil tersenyum,
dan membuat aku malu sendiri. Takut jangan jangan dokter
tahu kejadian tadi malam.
“OK Rin, mulai besok siang, tugasmu mengawasi kondisi
pasien Mr. Siof di apartemennya sampai sembuh total”
kata dokter kepala dan aku pun keluar mengikuti
langkahnya.

Pikiranku kacau, campur aduk, dan terbayang apakah
akhirnya aku akan ditiduri Siof? Ada rasa ingin
merasakan, tapi juga ada rasa takut. Sampai aku pulang
masih terbayang seandainya aku sampai tidur dengan Siof.
Ohh, aku belum bisa membayangkannya. Esoknya aku datang
agak siang dan langsung ke ruangan dokter kepala,
langsung aku diberikannya surat tugas.

“Paling lima hari atau seminggu juga sudah sembuh Rin”
katanya sambil menepuk pundakku. Padahal aku tahu Siof
sebenarnya sudah sehat benar, paling hanya memulihkan
tenaganya saja.

Dari situ aku langsung ke ruang rawat Siof. Aku dapati
dia sudah siap untuk meninggalkan RS, semua barangnya
sudah masuk dalam kopor dan dia bilang bahwa semua
urusan administrasi sudah selesai, tinggal menunggu
perawat yang akan merawat di tempat tinggalnya. Dan
ternyata dia belum tahu bahwa aku lah yang akan
merawatnya. Sambil memelukku dia menyambutku.

“Terima kasih Rin, kamu telah memperhatikan aku
sepenuhnya..” Katanya dengan nada sedih. Aku mengerti,
mungkin kalau bukan aku yang akan merawatnya, aku akan
sedih juga.
“Tenang Siof, akulah yang akan menemanimu sampai kamu
sembuh” kataku.
“Benar!!??” ujarnya surprise sambil badanku
diguncang-guncang penuh gembira.

Seterusnya kami berkemas dengan dibantu office boy
membawa barang Siof ke mobilku.

“Tidak naik taxi saja?” kata Siof.
“Lebih leluasa pakai mobilku yang jelek ini” jawabku
sambil nyengir.
“Not too bad, aku suka dengan mobilmu”

Dalam perjalanan tidak terlalu banyak kami bicara.
Sebelum ke apartemennya Siof minta diantar mampir ke
salon untuk memotong rambutnya, dia minta dicukur habis.
Aku perhatikan setelah selesai cukur plontos, mirip
pemain bola dari Inggris yang aku kurang jelas namanya
sebab bentuk kepalanya bundar sekali.

Setelah sampai di apartemennya, ternyata Siof tinggal di
sebuah apartemen sangat mewah di bilangan Slipi.
Apartemen dengan dua kamar tidur yang cukup besar, dua
kamar mandi di dalam, satu dapur modern, ruang santai
dan ada ruang tamu. Aku pikir Siof pasti orang
berkecukupan, dengan menyewa apartemen besar dan mewah.

Setelah aku persilakan Siof istirahat, aku mulai
membereskan semua kelengkapan Siof dan aku menyiapkan
semua obat untuk selama seminggu. Dan rupanya Siof sudah
memesan makanan untuk makan siang untuk diantar kekamar.
Sebab tak lama aku selesai ada pelayan restoran membawa
kereta dorong dengan penuh makanan.

Setelah kami makan siang, kusiapkan obat untuk Siof
sambil kami mengobrol serta menonton TV. Kupersilakan
dia tidur. Dan akhirnya dia tertidur dan aku juga tidur
di sofa panjang. Sorenya seperti biasa saja, dia mandi
dan aku bereskan tempat tidurnya, dan berikutnya aku
gantian mandi.

Sebelum aku mandi, aku lihat Siof memakai kimono motif
Jepang asli. Dan astaga, terlintas saat dia merapikan
duduknya, Siof tak memakai CD. Aku berdesir melihat
pandangan sepintas tersebut, tapi rasanya tak mungkin
aku bisa menghindar lagi untuk bercinta dengan Siof.
Maka dengan jantung berdebar, aku mandi dengan pikiran
tidak tenang, tapi akhirnya kupasrahkan yang akan
terjadi ya terjadilah, bukankah aku memang juga ingin
merasakan penis raksasa itu.

Maka sehabis mandi sengaja kuusapkan pewangi hampir di
seluruh tubuhku. Dengan jantung berdebar cepat aku
tinggalkan kamar mandi mewah tersebut. Aku berusaha
setenang mungkin, dan aku berusaha bercanda dengan Siof,
untuk mengurangi ketegangan. Namun ternyata Siof sudah
mengorder makan malam di kamar. Setelah aku selesai
menyisir rambut, sebagian lampu telah dipadamkan,
ternyata sudah ada dua lilin yang menyala di meja,
romantis sekali batinku.

Setelah makan malam selesai, kami bersantai menonton TV
dan Siof bergegas ke kamar mandi. Dia akan menggosok
gigi dan pipis. Aku ikuti, karena aku juga akan
menggosok gigi. Saat aku sedang menggosok gigi, Siof
buang air kecil di belakangku, tapi tak sangka setelah
selesai dia menyabun dan mengeringkan kemaluannya.
Rasanya hal yang jarang dilakukan laki-laki.

Setelah selesai kami kembali ke kamar dan meneruskan
menonton TV. Kami tidak banyak bicara, karena perhatian
kami tertuju ke TV, namun batinku bekerja terus dengan
denyut jantung yang memburu, dan akhirnya semakin cepat
saat Siof bangkit dari sofa menghampiriku untuk mengajak
menonton TV dari bed. Aku tahu, kami tak akan menonton
TV lagi, maka aku benar-benar menyerah dan pasrah,
walaupun dalam hati kecilku ingin juga. Hehehe.. Maka
waktu aku merebahkan tubuhku di samping Siof, rasanya
jadi berdebar namun penuh harap. Siof mulai membalik
tubuhnya menghadapku dan tangan kanannya diletakkan di
atas perutku.

“Rin, kamu sudah tahu maksudku kan?” katanya lirih di
telingaku. Merinding aku mendengarnya, dan aku hanya
menganguk.
“Yyes. I know, your..” Belum selesai aku menjawab,
kurasakan bibirnya sudah menyentuh leherku, terus
menyusur ke
pipiku.

Dengan tubuhnya bergeser merapat, bibirku dilumatnya
dengan lembut. Ternyata dicium pria bibir tebal nikmat
sekali, aku bisa mengulum bibirnya lebih kuat dan
ketebalan bibirnya memenuhi mulutku. Sensasi nikmat yang
belum pernah kudapat. Sedang kunikmati lidah Siof yang
menjelajah di mulutku, kurasakan tangan besarnya
menyelusup dalam kimonoku dan meremas lembut payudaraku.
Ohh.., payudaraku ternyata tercakup seluruhnya dalam
tangannya. Dan aku rasanya sudah tidak kuat menahan
gejolak birahiku, padahal baru awal pemanasan.

Bibir Siof mulai meneruskan jelajahannya, sambil menarik
tali kimonoku, leherku dikecup, dijilat kadang digigit
lembut. Sambil tangannya terus meremas-remas payudaraku.
Tubuhnya sudah di atasku, bibirnya terus menelusur di
permukaan kulitku. Dan mulai puting kiriku tersentuh
lidahnya dan dihisap. Kadang-kadang seolah seluruh
payudaraku akan dihisap. Dan tangan satunya mulai
menjamah kemaluanku yang pasti sudah basah sekali.
Dibelainya buluku yang hanya sedikit. Sesekali jarinya
menyentuh klit-ku.

Bergetar semua rasanya tubuhku, dan jarinya mulai
sengaja memainkan klit-ku. Dan akhirnya jari besar itu
masuk ke dalam vaginaku. Oh, nikmatnya, bibirnya terus
bergantian menjilati puting kiri dan kanan dan sesekali
dihisap dan terus menjalar ke perutku. Dan akhirnya
sampailah ke kemaluanku yang seminggu yang lalu
diciuminya sampai aku orgasme. Kali ini diciumnya bulu
tipis kemaluanku dan aku rasakan bibir kemaluanku dibuka
dengan dua jari. Dan akhirnya kembali kemaluanku dibuat
mainan oleh bibir Siof, kadang bibirnya dihisap, kadang
klitku, namun yang membuat aku tak tahan adalah saat
lidahnya masuk di antara kedua bibir kemaluanku sambil
menghisap klit. Siof benar benar mahir memainkan
kemaluanku. Hanya dalam beberapa menit aku benar-benar
tak tahan. Dan..

Aku mengejang dan dengan sekuatnya aku berteriak sambil
mengangkat pantatku supaya merapatkan klitku dengan
mulutnya, kuremas-remas kepalanya yang botak, untuk
kedua kalinya aku orgasme hanya dengan bibir dan lidah
Siof. Siof terus mencumbu kemaluanku, rasanya belum puas
dia memainkan kemaluanku hingga kembali bangkit birahiku
dengan cepat.

“Siiooff.., please fuck me, please..” kataku memohon
sambil kubuka pahaku lebih lebar.

Siof pun bangkit membuka kimononya. Dan dengan berdebar
menunggu dengan semakin berharap. Sepintas kulihat,
kemaluan Siof sudah maksimal, tegak hampir menempel ke
perut. Dan saat Siof pelan-pelan kembali menindihku, aku
membuka pahaku makin lebar, rasanya tidak sabar vaginaku
menunggu masuknya kemaluan raksasa itu. Aku pejamkan
mata. Dan Siof mulai mendekapku sambil terus mencium
bibirku lagi, kurasakan di antara bibir kemaluanku mulai
tersentuh ujung kontol raksasa. Sebentar diusap-usapkan
dan pelan sekali mulai kurasakan bibir kemaluanku
terdesak menyamping. Terdesak benda besar itu. Ohh,
benar benar kurasakan penuh dan sesak liang kemaluanku
dimasuki kontol Nigeria itu. Aku menahan nafas. Dan
nikmat luar biasa. Mili per mili. Pelan sekali terus
masuk kemaluannya.

Aku mendesah tertahan karena rasa yang luar biasa
nikmatnya. Terus.. Terus.. Akhirnya ujung penis itu
menyentuh bagian dalam kemaluanku, maka secara refleks
kurapatkan pahaku, tapi betapa aku terkejut. Ternyata
sangat mengganjal sekali rasanya, besar, keras dan
panjang.

Siof terus menciumi bibir dan leherku. Dan tangannya tak
henti-henti meremas-remas tetekku. Tapi konsentrasi
kenikmatanku tetap pada kontol besar yang mulai beraksi
dipompakan halus dan pelan. Mungkin Siof menyadarinya,
supaya aku tidak kesakitan. Aku benar benar cepat
terbawa ke puncak nikmat yang belum pernah kualami.
Nafasku cepat sekali memburu, terengah-engah. Aku benar
benar merasakan nikmat luar biasa merasakan gerakan
kontol besar itu. Kenikmatan, keanehan, tidak bisa
kutuliskan.

Maka hanya dalam waktu yang singkat aku makin tak tahan.
Dan Siof tahu bahwa aku semakin hanyut. Maka makin
gencar dia melumat bibirku, leherku dan remasan
tangannya makin kuat. Dengan tusukan kemaluan Siof yang
agak kuat dan dipepetnya klit-ku diteruskan dengan
menggoyang goyangnya, aku menggelepar, tubuhku
mengejang, tanganku mencengkeram kuat-kuat sekenanya.
Vaginaku menegang, berdenyut dan mencengkeram kuat-kuat,
benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah kualami
senikmat seperti sekarang. Ohh, aku benar benar menerima
kenikmatan yang luar biasa. Aku tak ingat apa-apa lagi
kecuali kenikmatan dan kenikmatan.

“Shiitt.. ooff.. off.. off, oohh.. hh, i.. i got it..”

Aku sendiri terkejut atas teriakkan kuatku. Oh, setelah
selesai, pelan pelan tubuhku lunglai, lemas. Setelah dua
kali aku orgasme dalam waktu relatif singkat, namun
terasa nyaman sekali, Siof membelai rambutku yang basah
keringat. Kubuka mataku, Siof tersenyum dan menciumku
lembut sekali, tak henti hentinya tetekku diremas-remas
pelan.

Tiba tiba, serangan cepat bibirnya melumat bibirku kuat
dan diteruskan ke leher serta tangannya meremas-remas
tetekku lebih kuat. Birahiku naik lagi dengan cepat,
saat kembali Siof memompakan kontolnya semakin cepat.
Uuhh, sekali lagi aku mencapai orgasme, yang hanya
selang beberapa menit, dan kembali aku berteriak lebih
keras lagi.

Siof terus memompakan rudalnya dan kali ini Siof ikut
menggelepar, wajahnya menengadah. Satu tangannya
mencengkeram lenganku dan satunya menekan tetekku. Aku
makin meronta-ronta tak karuan. Puncak kenikmatan
diikuti semburan sperma yang kuat di dalam vaginaku,
menyembur berulang kali, seperti yang pernah kulihat.
Oh, terasa banyak sekali cairan kental dan hangat
menyembur dan memenuhi vaginaku, hangat sekali dan
terasa sekali cairan yang keluar seolah menyembur seperi
air yang memancar kuat. Setelah selesai, Siof
memiringkan tubuhnya dan tangannya tetap meremas lembut
payudaraku sambil mencium wajahku. Aku senang dengan
perlakuannya terhadapku.

“Rin, kamu luar biasa, kemaluanmu pintar dan nikmat
sekali, small hole but very strong” pujinya sambil
membelai dadaku.
“Kamu juga. Kamu hebat. Bisa membuat aku orgasme
beberapa kali, dan baru kali ini aku bisa orgasme
beberapa kali dan merasakan penis raksasa. Hihi..”
“Jadi kamu suka dengan punyaku?” godanya sambil
menggerakkan penisnya dan membelai belai wajahku.
“Yes Siof, you have very wonderfull penis, very big,
hard and long” jawabku jujur dan memang sebelumnya aku
hanya penasaran dan hanya bisa membayangkannya, tapi
ternyata memang luar biasa.

Siof memang sangat pandai memperlakukan wanita. Dia
tidak langsung mencabut penisnya, tapi malah mengajak
mengobrol sembari penisnya makin mengecil. Dan tak
henti-hentinya dia menciumku, membelai rambutku dan
paling suka membelai tetekku. Aku merasakan cairan
sperma yang bercampur cairanku mengalir keluar.

Setelah cukup mengobrol dan saling membelai, pelan-pelan
penis yang telah menghantarkan aku ke awang awang itu
dicabut sambil Siof menciumku lembut sekali. Benar benar
aku terbuai dengan perlakuannya. Dibimbingnya aku ke
kamar mandi. Saat aku berjalan rasanya masih ada yang
mengganjal kemaluanku dan ternyata banyak sekali sperma
yang mengalir di pahaku. Dan kami mandi bersama. Selesai
kami ke tempat tidur dan Siof memutar lagu classic untuk
menghantar kami tidur. Nyenyak sekali aku tidur dalam
pelukannya, merasa aman, nyaman dan benar-benar malam
ini aku terpuaskan dan merasakan apa yang selama ini
hanya kubayangkan saja.

Pagi aku bangun masih dalam pelukannya. Ternyata Siof
sudah bangun tapi tak mau mengusik tidurku. Katanya aku
tidur nyenyak sekali, sambil membelai rambutku.
Seterusnya kami bergegas ke kamar mandi, dan kulihat
Siof langsung membuka kimono dan menghidupkan shower
lalu mandi. Dia sudah tak tahan menahan pipis rupanya.
Sambil badannya diguyur shower, dia juga pipis sambil
nyengir setelah permisi. Aku cuma tertawa geli dan aku
menggosok gigi dan ikut mandi juga.

Saat mandi kami saling menyabun dan bercumbu di bawah
shower. Dan tak terlewatkan pula kami saling
membersihkan kemaluan kami. Setelah selesai Siof keluar
duluan, sedang aku masih menikmati shower dengan sedikit
horny. Selesai dengan rambut yang sudah kering, aku
masuk ke kamar, ternyata Siof sudah menyiapkan roti
hangat dan kopi di meja dekat sofa, padahal masih belum
jam enam. Hanya lampu duduk yang hidup, dan aku
dipersilakan minum kopi dan makan roti sambil mengobrol,
sarapan dan diiringi lagu lembut.

Setelah aku makan sepotong roti, dia lalu memintaku
duduk di pangkuannya. Aku menurut saja. Terasa kecil
sekali tubuhku. Sambil mengobrol, aku dimanja dengan
belaiannya. Akhirnya setelah selesai makan, diraihnya
daguku, dan diciumnya bibirku dengan hangatnya, aku
mengimbangi ciumannya. Dan selanjutnya kurasakan
tangannya mulai menyelinap di dalam kimonoku dan mulai
meremas-remas lembut tetekku, diteruskan menarik tali
kimonoku dan tangannya menelusuri antara dada dan
pahaku. Nikmat sekali rasanya, tapi aku sadar bahwa
sesuatu yang aku duduki terasa mulai agak mengeras. Ohh,
langsung aku bangkit dan aku ingin melihat dengan jelas
penisnya, selagi di bawah sinar lampu yang cukup terang.
Aku bersimpuh di depan Siof dan kubuka tali kimononya
dan kusibakkan.

Ohh, ternyata sudah mulai ereksi penisnya, walau masih
belum begitu mengeras. Dan kepala penisnya sudah mulai
sedikit mencuat keluar lalu aku raih dan aku belai dan
kulupnya kututupkan lagi. Aku suka melihatnya dan
sebelum penuh ereksinya langsung aku kulum penis Siof.
Aku suka memainkan kulup penis yang tebal dengan lidahku
saat penis belum sepenuhnya ereksi. Maka kutarik kulup
ke ujung, membuat kepala penis Siof tertutup kulupnya
dan segera kukulum sebelum ereksi penuh, kumainkan
kulupnya dengan lidahku dan kuselipkan lidahku ke dalam
kulupnya sambil lidahku berputar masuk di antara kulup
dan kepala penisnya. Enak rasanya. Tapi hanya bisa
sesaat, sebab dengan cepatnya penisnya makin membengkak
dan Siof mulai menggeliat dan berdesis menahan
kenikmatan permainan lidahku dan membuat mulutku semakin
penuh.

Dan rupanya Siof makin tak tahan menerima rangsangan
lidahku. Maka aku ditarik dan diajak ke tempat tidur.
Sambil menarik tali kimonoku Siof mematikan lampu duduk
dan menghidupkan lampu sorot di atas tempat tidur bagian
bawah. Sebenarnya aku agak malu, tapi sudahlah, paling
dia juga ingin gantian melihat dengan jelas kemaluanku.
Dan ternyata benar, saat aku akan naik kakiku ditahannya
sambil tersenyum. Manis juga, batinku, diteruskan dengan
membuka kakiku dan Siof langsung menelungkup di antara
pahaku.

“I love it and I like it Rin” ujarnya sambil membelai
bulu kemaluanku yang jarang.
“Mengapa?”
“Sebab hanya sedikit bulu, dan bibir kemaluanmu bersih
tak ada bulunya serta tebal bibirnya”.

Aku merasakan Siof terus membelai bulu kemaluanku dan
bibirnya. Kadang-kadang dicubit pelan, ditarik-tarik
seperti mainan. Aku suka kemaluanku dimainkan
berlama-lama, aku terkadang melirik apa yang dilakukan
Siof. Seterusnya dengan dua jarinya membuka bibir
kemaluanku, aku makin terangsang dan aku merasakan makin
banyak keluar cairan epitelku.

Siof terus memainkan kemaluanku seolah tak puas-puas
memperhatikan kemaluanku, kadang kadang disentuh sedikit
klit-ku, membuat aku penasaran. Tak sadar pinggulku
mulai menggeliat, menahan rasa penasaran. Maka saat aku
mengangkat pinggulku, langsung disambut dengan bibir
Siof. Terasa dia menghisap lubang kemaluanku yang aku
yakini sudah penuh cairan. Lidahnya ikut menari kesana
kemari menjelajah seluruh lekuk kemaluanku,
masing-masing bibir dihisap-hisap. Dan saat dihisapnya
klit-ku dengan ujung lidahnya, cepat sekali menggelitik
ujung klit-ku, benar benar aku tersentak. Terkejut
kenikmatan, membuat aku tak sadar berteriak..

“Aauuhh!!”. Benar benar hebat Siof merangsangku, dan aku
sudah tak tahan lagi.
“Please.. Sioff.. please.. fuck.. mee.. again..” ujarku
sambil menarik bantal.

Siof langsung menempatkan tubuhnya makin ke atas dan
mengarahkan penis raksasanya ke arah kemaluanku. Aku
masih sempat melirik saat dia memegang penisnya untuk
diarahkan dan diselipkan di antara bibir kemaluanku.
Kali ini aku berdebar karena berharap. Dan saat kepala
penisnya telah menyentuh di antara bibir kemaluanku, aku
menahan nafas untuk menikmatinya.

Dan dilepasnya dari pegangan saat kepala penisnya mulai
menyelinap di antara bibir kemaluanku dan menyelusup
lubang vaginaku hingga aku berdebar nikmat. Pelan-pelan
ditekannya dan Siof mulai mencium bibirku lembut. Kali
ini aku lebih dapat menikmatinya. Makin ke dalam.. Oh,
nikmat sekali. Kurapatkan pahaku supaya penisnya tidak
terlalu masuk ke dalam. Siof langsung menjepit kedua
pahaku hingga terasa sekali kontol Siof menekan dinding
vaginaku.

Penisnya semakin masuk. Belum semuanya masuk, Siof
menarik kembali seolah akan dicabut hingga tak sadar
pinggulku naik mencegahnya agar tidak lepas. Beberapa
kali dilakukannya sampai akhirnya aku penasaran dan
berteriak-teriak sendiri. Setelah Siof puas menggodaku,
tiba tiba dengan hentakan agak keras, dipercepat gerakan
memompanya hingga aku kewalahan. Dan dengan hentakan
keras dan dengan merapatkan serta digoyang goyangkan,
tangan satunya meremas tetekku, bibirnya dahsyat
menciumi leherku. Akhirnya aku mengelepar-gelepar. Dan
sampailah aku kepuncak. Orgasme.

Tak tahan aku berteriak, terus Siof menyerangku dengan
dahsyatnya, rasanya tak habis-habisnya aku melewati
puncak kenikmatan. Lama sekali. Tak kuat aku
meneruskannya. Aku memohon, tak kuat menerima rangsangan
lagi, benar benar terkuras tenagaku dengan orgasme
berkepanjangan.

Akhirnya Siof pelan-pelan mengakhiri serangan
dahsyatnya. Aku terkulai lemas sekali, keringatku
bercucuran. Hampir pingsan aku menerima kenikmatan yang
berkepanjangan. Benar-benar aku tidak menyesal bercinta
dengan Siof, dia memang benar-benar hebat dan mahir
dalam bercinta, dia dapat mengolah tubuhku menuju
kenikmatan yang tiada tara, atau memang aku yang kurang
pengalaman dalam bercinta di tempat tidur, sebab
pengalamanku tidur dengan dua lelaki sebelumnya,
keduanya tak ada yang menandinginya.

Lamunanku lepas saat paha Siof mulai kembali menjepit
kedua pahaku dan dirapatkan tubuhnya menindihku serta
leherku kembali dicumbu. Kupeluk tubuhnya yang besar dan
tangannya kembali meremas tetekku. Pelan-pelan mulai
dipompakan kontolnya. Kali ini aku ingin lebih menikmati
seluruh rangsangan yang terjadi di seluruh bagian
tubuhku. Tangannya terus menelusuri permukaan tubuhku.
Dadanya yang berbulu lebat merangsang dadaku setiap kali
bergeseran mengenai putingku. Dan kontolnya dipompakan
dengan sepenuh perasaan, lembut sekali, bibirnya
menjelajah leher dan bibirku. Ohh, luar biasa.

Lama kelamaan tubuhku yang semula lemas, mulai terbakar
lagi. Aku berusaha menggeliat, tapi tubuhku dipeluk
cukup kuat, hanya tanganku yang mulai menggapai apa saja
yang kudapat. Siof makin meningkatkan cumbuannya dan
memompakan kontolnya makin cepat. Gesekan di dinding
vaginaku makin terasa. Dan kenikmatan makin memuncak.
Maka kali ini leherku digigitnya agak kuat dan
dimasukkan seluruh batang kontolnya serta
digoyang-goyang untuk meningkatkan rangsangan di
klit-ku. Maka jebol lah bendungan, aku mencapai puncak
kembali. Kali ini terasa lain, tidak liar seperti tadi.
Puncak kenikmatan ini terasa nyaman dan romantis sekali,
tapi tiba tiba Siof dengan cepat memopakan lagi.

Kembali aku berteriak sekuatku menikmati ledakan orgasme
yang lebih kuat, aku meronta sekenaku. Gila, batinku,
Siof benar-benar membuat aku kewalahan. Kugigit
pundaknya saat aku dihujani dengan kenikmatan yang
bertingkat-tingkat. Sesaat Siof menurunkan gerakannya,
tapi saat itu dibaliknya tubuhku hingga aku di atas
tubuhnya. Aku terkulai di atas tubuh Siof.

Dengan sisa tenagaku dan sisa rangsangan, aku keluarkan
penis Siof dari vaginaku. Dan kuraih batang penis Siof.
Tanpa pikir panjang, penis yang masih berlumuran
cairanku sendiri kukulum dan kukocok. Dan pinggulku
diraihnya hingga akhirnya aku telungkup di atas Siof
lagi dengan posisi terbalik. Kembali kemaluanku yang
berlumuran cairan jadi mainnanya, aku makin bersemangat
mengulum dan menghisap sebagian kontolnya. Dipeluknya
pinggulku hingga sekali lagi aku orgasme. Dihisapnya
klit-ku sambil ujung lidah Siof menari cepat sekali.
Tubuhku mengejang dan kujepit kepala Siof dengan kedua
pahaku dan kurapatkan pinggulku agar bibir kemaluanku
merapat ke bibir Siof.

Ingin aku berteriak tapi tak bisa karena mulutku penuh,
dan tanpa sadar aku menggigit agak kuat penisnya dan
kucengkeram kuat dengan tanganku saat aku masih
menikmati orgasme. Tubuh Siof pun mengejang dan kulihat
kakinya menggeliat-geliat serta pinggulnya bergoyang
kuat. Aku masih menikmatinya saat seluruh bibir
kemaluanku dihisapnya dan ujung lidahnya menyentuh
klit-ku hingga aku tersentak.

Dengan pancaran kuat sperma Siof memenuhi dalam rongga
mulutku, bahkan ke tenggorokanku. Belum sempat aku
mengeluarkan penisnya dari mulutku, terjadilah semburan
berikutnya. Dan selanjutnya terus kukocok kuat dan
kuarahkan semburan maninya ke wajahku. Sebagian besar
sperma yang keluar di mulutku masuk tertelan. Kulihat
semburannya makin sedikit dan makin melemah pancarannya
walau masih banyak dan kental sekali yang keluar. Terus
kukocok dan kuperas-peras serta kembali kumasukkan
penisnya ke mulut dan kuhisap kuat-kuat.

Siof menggelinjang dan berteriak keras. Rupanya dia
menikmati apa yang aku lakukan. Aku ingin membalas
kenikmatan yang telah diberikannya padaku. Akhirnya
penisnya mulai melemas dan tetesan maninya habis. Baru
kali ini aku sampai menelan sperma. Walaupun sebelumnya
aku sudah sering melakukan oral, namun baru kali ini aku
menelan sperma.

Wajahku penuh sperma Siof, dan sebagian dari mulut yang
tak tertelan meleleh keluar. Tanpa sadar kuratakan
sperma yang melekat di wajahku dan kukulum kembali penis
Siof yamg sudah melemah, kuhisap sisa sisa sperma yang
masih tersisa di dalam dan yang berceceran di kepala
penisnya yang sudah mulai tertutup kulupnya.

Tubuh Siof melemah. Tangannya telentang, tapi bibirnya
masih sesekali menghisap menempel di bibir kemaluanku.
Aku pun terkulai lemas di atas tubuh Siof dengan tetap
memainkan penisnya di wajahku sambil menikmati bibir
Siof yang masih menempel di bibir kemaluanku. Nikmat
luar biasa, lemas. Tapi sungguh kami mendapatkan
kepuasan yang tiada tara khususnya aku.

Aku benar benar sudah dibuat gila oleh Siof, bau khas
sperma yang biasanya kurang kusuka, kali ini kunikmati
bahkan menelannya, baik yang memancar langsung ke
tenggorokanku maupun saat aku menghisap habis sisa-sisa
setelah penisnya melemas. Kuletakkan penis Siof yang
telah lemas di bibirku dan kupeluk kedua pahanya.
Akhirnya aku terlelap sesaat setelah kelelahan. Saat aku
terbangun, ternyata wajahku terasa kaku karena sperma
yang mengering dan kemaluanku masih menganga menempel di
bibir Siof, karena saat tertidur posisi kakiku masih
mengangkangi wajahnya.

Demikianlah pembaca, selama satu minggu paling tidak
kami dua kali bertarung dalam sehari atau kadang bahkan
empat kali, seperti tak ada puasnya. Setelah sembuh
benar dia meneruskan bisnisnya dan bila Siof sedang di
Jakarta, kami tak pernah melewatkan kesempatan untuk
bercinta. Melampiaskan kangen? Ya, aku kangen dengan
penisnya yang besar dan pemiliknya yang pandai mengolah
tubuhku. Dan dia pun kangen dengan vaginaku yang katanya
sempit dan menghisap kuat. Dan itu masih terus berlanjut
sampai dengan aku menceritakan kisahku ini, dan entah
sampai kapan aku pun tak pernah tahu.

Demikian artikel tentang cerita Kisah Istri Lonte Dan Kontol BBC Pria Nigeria.
ABG BISPAK TELANJANG, BOKEP INDONESIA, cerita ABG, cerita bokep dewasa, cerita bokep hot, cerita bokep indonesia, cerita bokep mesum, cerita bokep seks, cerita bokep terbaru, cerita dewasa, cerita dewasa indonesia, cerita dewasa terbaru, Cerita Eksebionis, Cerita Janda, cerita mesum, Cerita Mesum Dewasa, cerita mesum hot, cerita mesum indonesia, cerita mesum panas, cerita mesum terbaru, cerita mesum terkini, CERITA NGENTOT JANDA, CERITA NGENTOT PEMBANTU, CERITA NGENTOT PERAWAN, cerita panas, cerita panas terbaru, cerita seks dewasa, CERITA SEKS INDONESIA, cerita seks panas, CERITA SEKS SEDARAH, cerita seks terbaru, CERITA SELINGKUH, cerita sex, cerita sex dewasa, Cerita Sex Indonesia, Cerita Sex Panas, cerita sex terbaru, CERITA SKANDAL, CERITA TANTE GIRANG, CEWEK TELANJANG, FOTO BUGIL, TANTE GIRANG, TOKET GEDE MULUS

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *